Minggu, 19 Oktober 2014

Artikel Sisi Buruk, Manfaat Teknologi Pendidikan dan Ciri Kerangka Ilmiah

SoftSkill (Bahasa Indonesia)


1. Membuat Tulisan dari Sebuah Artikel


Dewasa ini, kata korupsi semakin akrab di telinga masyarakat Indonesia. Semacam tak ada hari tanpa pemberitaan kasus korupsi dari seluruh penjuru negeri ini. Bak sudah menjadi makanan sehari-hari, pemberitaan korupsi bukan menjadi hal yang aneh. Silih berganti pejabat-pejabat negeri ini tertangkap karena tindak korupsi. Dari pejabat rendahan hingga pejabat tinggi, dari instansi kecil hingga instansi raksasa, hampir semuanya lekat dengan kata korupsi.
Saya tidak akan membahas kasus-kasus korupsi yang kian merajalela. Saya tidak akan menguak kasus Gayus yang populer luar biasa, atau kasus dugaan pelemahan KPK oleh Polri yang sedang hangat diperbincangkan. Dalam artikel ini saya akan mencoba menjawab pertanyaan klise: “Bisakah Indonesia Bebas dari Korupsi?”
Korupsi menurut KBBI berarti penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, dsb) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Dari pengertian tersebut, jelaslah korupsi merupakan kejahatan yang melawan hukum. Lebih dari itu, korupsi merupakan pelanggaran hak asasi manusia karena pelaku korupsi menggunakan uang negara yang notabene uang rakyat untuk kepentingan pribadi.
Korupsi telah terbukti merupakan awal dari ambruknya sebuah organisasi. Dalam sejarah Indonesia, ketika zaman penjajahan Belanda, organisasi sekaliber VOC tercatat mengalami kebangkrutan juga dikarenakan merajalelanya korupsi di dalam tubuh organisasinya. Bahkan salah satu negara barat yaitu Yunani, hampir bangkrut karena terlilit utang, dan penyebab membengkaknya utang tersebut adalah Korupsi. Di era orde baru di Indonesia, di masa kepemimpinan Soeharto, sudah tidak diragukan lagi korupsi merupakan hal lazim, hingga akhirnya orde baru ambruk pada saat reformasi. Namun bak tak belajar dari pengalaman, korupsi justru semakin hari semakin marak.
Jika dikatakan negeri ini lekat dengan korupsi, memang tidak bisa dipungkiri. Namun sebenarnya, negeri ini sudah punya semangat dalam memberantas kasus korupsi. Terbukti dengan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 29 Desember 2003. Kala itu, berdirinya KPK menjadikan asa baru untuk pemerintahan bebas korupsi, sekaligus menjadi ancaman nyata bagi para koruptor. Walaupun sudah menjadi rahasia umum, apabila di sebuah negara dibentuk sebuah lembaga khusus untuk menangani korupsi, artinya korupsi di negara tersebut sudah mencapai ambang membahayakan.
Selama hampir sepuluh tahun perjalananya, KPK cukup menunjukkan taringnya sebagai lembaga pemberantas korupsi, meskipun harus berjuang dengan terseok-seok. Sekarang Pertanyaannya adalah: Jika pemberantasan korupsi sudah sekian lama ditegakkan, tetapi korupsi justru semakin marak bahkan semakin kompleks, maka apa yang salah dengan negeri ini? Apa yang harus diperbaiki dari bangsa ini?
Bukan hal yang mudah menjawab pertanyaan tersebut, terlebih mencari solusi dari masalah tersebut. Korupsi memang tidak bisa dikatakan sebagai budaya, akan tetapi tidak bisa dipungkiri korupsi juga merupakan peninggalan dari zaman belanda, terbukti dengan kasus VOC di atas. Dengan demikian, korupsi bisa dikatakan sudah mendarah daging, dan bukan hal yang mudah menghilangkan sesuatu yang sudah mendarah daging.
Untuk menciptakan Indonesia bebas korupsi, kita harus mencari akar dari masalah tersebut. Menurut saya, akar dari masalah korupsi adalah penegakan hukum, sistem yang berjalan di negeri ini, serta kualitas sumber daya manusia yang ada di dalamnya.
Hal yang pertama adalah penegakan hukum. Di berbagai negara, penegakan hukum merupakan alat utama dalam melawan korupsi. Ambil contoh saja di China, yang menerapkan hukuman mati untuk koruptor beserta keluarganya. Hasilnya, China perlahan tapi pasti berubah dari negara berkembang menjadi negara maju. Di Meksiko, ada nama Felipe Calderon yang secara tegas memecat 4.500 anggota kepolisian sekaligus, karena penyalahgunaan jabatan serta kejahatan terorganisasi. Jika kita menilik hukum Islam, sudah jelas dikatakan bahwa  hukuman bagi pencuri adalah potong tangan. Hukum ini mempunyai dua tujuan, yang pertama menimbulkan efek jera dan penyesalan bagi pelaku, yang kedua memberikan shock therapy bagi orang lain sehingga tidak berani melakukan hal yang sama.
Di Indonesia, penegakan hukum khususnya untuk pelaku korupsi masih sangat tumpul. Pelaku korupsi milyaran rupiah, meskipun telah melalui proses hukum yang panjang, bisa saja hanya dihukum sekian tahun penjara. Selama proses hukum itu sendiri pun masih sangat rawan kecurangan. Bagaimana korupsi bisa diberantas jika hakim pun bisa disuap untuk mengurangi hukuman korputor. Ini salah satu buktu bahwa memang ada yang salah di negeri ini.
Hal yang kedua ialah mengubah sistem yang berjalan di negeri ini. Jika penegakan hukum sudah dijalankan tetapi tetap saja tidak berhasil, maka sistem harus dibenahi. Banyak yang bilang bahwa memang sistem di negara kita sangat mendukung tindak korupsi. Contohnya saja birokrasi dalam pelayanan masyarakat. Dalam berbagai pelayanan masyarakat, jarang sekali ada ketentuan baku tentang biaya yang harus dikeluarkan oleh masyarakat ataupun waktu yang diburuhkan untuk mengurus suatu keperluan melalui birokrasi. Keadaan ini menimbulkan kesempatan bagi oknum untuk memungut biaya tambahan jika masyarakat ingin keperluannya lancar dan cepat ditangani. Di sisi lain, masyarakat kita juga belum mendukung pemberantasan korupsi. Dari hali kecil, seperti menyogok polisi ketika terkena tilang di jalan karena enggan untuk mengikuti sidang, hingga suap besar-besaran ketika masa-masa penerimaan PNS. Dana puluhan hingga ratusan juta rela mereka gelontorkan demi memuluskan jalan menjadi PNS.
Sistem dalam pemerintahan juga banyak yang menimbulkan peluang tindakan korupsi. Pengendalian internal yang kurang terjaga menjadikan koruptor semakin leluasa dalam menyelewengkan uang negara. Jikapengendalian sudah kian longgar, bukan tidak mungkin akan melahirkan koruptor-koruptor baru karena faktor kesempatan yang terbuka lebar.
Sistem dengan pengendalian yang baik akan menjadikan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya akan berpikir berulang-ulang untuk melakukan penyelewengan dan secara tidak langsung akan mendukung pemberantasan korupsi. Inilah mengapa perbaikan sistem merupakan salah satu hal penting untuk mewujudkan Indonesia bebas korupsi.
Hal terakhir adalah yang paling penting, yaitu kualitas sumber daya manusia. Semua usaha akan sia-sia jika pihak-pihak yang terkait langsung dengan sistem dan penegakan hukum tidak mendukung pemberantasan korupsi.
Selama ini generasi kita hanya melulu dibekali ilmu akademis tanpa adanya pendidikan karakter. Contoh kasus sogok ketika terkena tilang atau suap untuk menjadi PNS adalah bukti gagalnya pembentukan karakter bangsa ini. Generasi kita memerlukan pendidikan karakter yang terarah. Pendidikan karakter tidak bisa hanya dilakukan dengan pelatihan disiplin atau bahkan semi militer. Namun lebih kepada penanaman persuasif untuk membangun sikap mental yang kuat serta pendidikan agama yang intens karena agama merupakan pedoman hidup yang utama.
Mengapa saya katakan pelatihan disiplin bahkan semi militer pun tidak cukup? Karena bila pelatihan disiplin dan semi militer merupakan jalan terbaik untuk membangun mental yang kuat, maka seharusnya institusi kepolisian yang jelas-jelas menerapkan hal tersebut, bisa dijadikan institusi teladan di negeri ini. Sedangkan pada kenyataanya, kepolisian justru akhir-akhir ini terkuak boroknya melalui skandal korupsi para pimpinannya. Maka menurut saya pendidikan agama merupakan jalan terbaik, di samping kita juga tetap memerlukan pelatihan disiplin.
Penerapan mata kuliah etika profesi di jenjang perguruan tinggi juga merupakan langkah yang tepat dalam menyiapkan generasi kita di masa datang. Perguruan tinggi sebagai gerbang akhir menuju dunia kerja memiliki tanggung jawab dalam menyiapkan mahasiswanya tidak hanya berkompeten secara ilmu, tetapi juga mempunyai karakter tangguh dan paham akan etika. Dengan bekal tersebut, generasi-generasi kita akan siap ketika memasuki dunia kerja yang sebenarnya.
Jika kita menerapkan hal-hal di atas seharusnya negara kita bisa yakin bahwa Indonesia bisa bebas korupsi. Penerapan hal-hal di atas tidak bisa secara instan dan memerlukan proses panjang. Terasa sulit mengharapkan Indonesia bebas korupsi dalam beberapa tahun ke depan, akan tetapi kita bisa menyiapkan generasi kita dari sekarang untuk menjadikan Indonesia bebas korupsi di masa depan. Bebas di sini bukan berarti 100% bersih, karena hakikatnya kejahatan itu akan selalu ada. Setidaknya, harapan kita negara ini bisa memiliki pemimpin-pemimpin yang mayoritas bersih dar korupsi sehingga negeri ini bisa melangkah menjadi negara maju.
Lalu apa yang bisa kita lakukan sekarang? memang hampir mustahil mewujudkan Indonesia bebas korupsi dalam waktu dekat ini, tapi seminimal mungkin kita harus tetap aktif mendukung pemberantasan korupsi. Sebisa mungkin kita memilih pemimpin yang amanah dan benar-benar fokus pada kesejahteraan masyarakat. Jika kita mencari role model pemimpin yang amanah, semua ciri pemimpin seperti ini ada pada diri Khalifah Umar. Beliau selalu mementingkan kepentingan masyarakat di atas kepentingan dirinya. Dalam hal sekecil apapun. Dalam sebuah riwayat dikisahkan tentang sikap Umar ibn al-Khathab yang pada saat itu menjadi penguasa negara Islam dalam melaksanakan praktik-praktik kesederhanaan hidup. Umar memakai pakaian bertambal yang sulit membedakannya secara fisik dengan gaya hidup masyarakat umum yang dipimpinnya. Beliau pun pantang menikmati kelezatan makanan jika kebanyakan rakyatnya belum merasakannya. Ini sangat berbeda dengan pemimpin kita yang haus akan hormat dan selalu tampil eksklusif dalam setiap kesempatan. Maka, kita lah yang harus pandai-pandai menentukan siapa yang pantas menjadi pemimpin kita.
Dari uraian di atas, maka menurut saya masih ada harapan untuk mewujudkan Indonesia bebas korupsi di masa depan dengan syarat kita mempunyai komitmen  dan semangat tinggi untuk melakukannya. Allah tidak akan merubah nasib hamba-Nya melainkan hamba-Nya berusaha merubahnya.

2. Membuat Tulisan 1 Alinea


Manfaat Internet Bagi Pendidikan
Sebagai sumber informasi, internet menyimpan berbagai jenis sumber informasi dalam jumlah yang tidak terbatas. Bidang apa pun yang diminati, pasti ada informasi di Internet. Ini dapat digunakan siswa untuk mencari bahan ajar dalam pembelajaran di sekolah. Bagi siswa yang kurang mampu, ini sangat memudahkannya dalam mencari bahan ajar karena siswa tidak perlu lagi untuk membeli buku.

3. Mengapa Kerangka Ilmiah harus Faktual, Objektif dan Sistematis ? 


A.    Pengertian Karya Ilmiah
Karya ilmiah merupakan karya tulis yang isinya berusaha memaparkan suatu pembahasan secara ilmiah yang dilakukan oleh seorang penulis atau peneliti. Untuk memberitahukan sesuatu hal secara logis dan sistematis kepada para pembaca. Karya ilmiah biasanya ditulis untuk mencari jawaban mengenai sesuatu hal dan untuk membuktikan kebenaran tentang sesuatu yang terdapat dalam objek tulisan.
Istilah karya ilmiah di sini mengacu kepada karya tulis yang menyusun dan penyajiaanya didasarkan pada kajian ilmiah dan cara kerja ilmiah. Dilihat dari panjang pendeknya atau kedalaman uraian, karya tulis ilmiah dibedakan atas makalah (paper) dan laporan penelitian. Dalam penulisan baik makalah maupun laporan penelitian, didasarkan pada kajian ilmiah dan cara kerja ilmiah. Penyusunan dan kajian karya semacam itu didahului oleh studi pustaka dan lapangan.
Karangan ilmiah ialah karya tulis yang memaparkan pendapat, gagasan, tanggapan, atau hasil penelitian yang berhubungan dengan kegiatan keilmuan. Jenis karangan ilmiah banyak sekali, diantaranya makalah, skripsi, tesis, disertasi, dan laporan penelitian. Kalaupun jenisnya berbeda-beda, tetapi kelima-limanya bertolak dari laporan, kemudian diberi komentar dan saran.
Finosa dalam Alamsyah (2008:98), mengklasifikasikan karangan menurut bobot isinya atas tiga jenis yaitu: (1) karangan ilmiah; (2) karangan semi ilmiah atau ilmiah populer; dan (3) karangan nonilmiah. Yang tergolong karangan ilmiah antara lain makalah, laporan. Skripsi, tesis, dan disertasi; yang tergolong karangan semi ilmiah antara lain artikel, editorial, opini, feature, reportase; dan yang tergolong dalam karangan nonilmiah antara lain anekdot, opini, dongeng, hikayat, cerpen, novel, roman, dan naskah drama.
Ketiga jenis karangan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Karangan ilmiah memiliki aturan baku dan sejumlah persyaratan khusus yang menyangkut metode dan penggunaan bahasa. Adapun karangan nonilmiah adalah karangan yang tidak terikat pada karangan baku, sedangkan karangan semiilmiah berada diantara keduanya.
Jadi, karya ilmiah didefinisikan sebagai karya tulis yang memaparkan ide atau gagasan, pendapat, tanggapan, fakta, dan hasil penelitian yang berhu-bungan dengan segala kegiatan keilmuan dan menggunakan ragam bahasa keilmuan.

B.     Prinsip-prinsip Umum dan ciri-ciri yang Mendasari Penulisan sebuah Karya Ilmiah
1.      Prinsip-prinsip umum yang Mendasari Penulisan sebuah Karya Ilmiah
a.       Objektif, artinya setiap pernyataan ilmiah dalam karya ilmiah harus didasarkan kepada data dan fakta.
b.      Prosedur atau penyimpulan penemuannya melalui penalaran induktif dan deduktif. Penalaran induktif adalah proses berpikir logis yang diawali dengan observasi data, pembahasan, dukungan pembuktian, dan diakhiri kesimpulan umum. Penalaran deduktif adalah proses berpikir logis yang diawali dengan penyajian fakta yang bersifat umum, disertai pembuktian khusus, dan diakhiri simpulan khusus yang berupa prinsip, sikap, atau fakta yang berlaku khusus
c.       Rasional dalam pembahasan data. Seorang penulis karya ilmiah dalam menganalisis data harus menggunakan pengalaman dan pikiran secara logis.
2.      Ciri-ciri Karya Ilmiah
a.       Logis, artinya segala keterangan yang disajikan dapat diterima oleh akal sehat.
b.      Sistematis, artinya segala yang dikemukakan disusun dalam urutan yang memperlihatkan adanya kesinambungan.
c.       Objektif, artinya segala keterangan yang dikemukakan merupakan apa adanya.
d.      Lengkap, artinya segi-segi masalah yang diungkapkan dikupas selangkap-lengkapnya.
e.       Lugas, artinya pembicaraan langsung kepada hal-hal pokok.
f.       Saksama, artinya berusaha menghindarkan diri dari segala kesalahan betapa pun  kecilnya.
g.      Jelas, artinya segala keterangan yang dikemukakan dapat mengungkapkan maksud secara jernih.
h.      Kebenaran dapat diuji (empiris)
i.        Terbuka, yakni konsep atau pandangan keilmuan dapat berubah seandainya muncul pendapat baru.
j.        Berlaku umum, yaitu semua simpulan-simpulannya berlaku bagi semua populasinya.
k.      Penyajian menggunakan ragam bahasa ilmiah dan bahasa tulis yang lazim.
l.        Tuntas, artinya segi masalah dikupas secara mendalam dan selengkap-lengkapnya.
Pada dasarnya, metode ilmiah menggunakan dua pendekatan yaitu:
1.      Pendekatan rasional, berupaya merumuskan kebenaran berdasarkan kajian data yang diperoleh dari berbagai rujukan (literature).
2.      Pendekatan empiris, berupaya merumuskan kebenaran berdasarkan fakta yang diperoleh dari lapangan atau hasil percobaan (laboratorium)
Jadi, dapat dikatakan bahwa ilmu itu merupakan pengetahuan yang sistematis dan diperoleh melalui pendekatan rasional dan empiris. Dalam kaitan pemanfaatan ilmu oleh umat manusia secara universal tadi, maka perlu dilakukan penyebarluasan melalui alat komunikasi yang efektif dan efisien. Penemuan-penemuan baru yang bermanfaat bagi kesejahteraan umat perlu segera disebarluaskan. Di sinilah arti penting sebuah karya ilmiah. Karangan imilah memiliki beberapa tujuan antara lain:
1.      Memberi penjelasan
2.      Memberi komentar atau penilaian
3.      Memberi saran
4.      Menyampaikan sanggahan
5.      Membuktikan hipotesis

C.    Syarat-syarat Karya Ilmiah Ilmiah
Sebuah karya tulis ilmiah merupakan hasil rangkaian gagasan yang merupakan hasil pemikiran, fakta, peristiwa, gejala, dan pendapat. Jadi, seorang penulis karya ilmiah menyusun kembali berbagai bahan informasi menjadi sebuah karangan yang utuh. Oleh sebab itu, penyusun atau pembuat karya ilmiah tidak disebut pengarang melainkan disebut penulis.
      Dalam uraian di atas dibedakan antara pengertian relatitas dan fakta. Seorang pengarang akan merangkaikan realita kehidupan dalam sebuah cerita, sedangkan penulis akan merangkaikan berbagai fakta dalam sebuah tulisan. Relaitis berarti bahwa peristiwa yang diceritakan merupakan hal yang benar dan dapat dengan mudah dibuktikan kebenarannya, tetapi tidak secara langsung dialami penulis. Data realitas dapat berasal dari dokumen, surat keterangan, press release, surat kabar atau sumber lain, bahkan suatu peristiwa faktual. Faktual berarti rangkaian peristiwa atau percobaan yang diceritakan benar-benar dilihat, dirasakan, dan dialami oleh penulis.
      Karya ilmiah memiliki tujuan dan khalayak sasaran yang jelas. Meskipun demikian, dalam karya ilmiah, aspek komunikasi tetap memegang peranan utama. Oleh karenanya, berbagai kemungkinan untuk penyampaian yang komunikatif tetap harus dipikirkan. Penulisan karya ilmiah bukan hanya untuk mengekspresikan pikiran tetapi untuk menyampaikan hasil penelitian. Kita harus dapat meyakinkan pembaca akan kebenaran hasil yang kita temukan di lapangan. Dapat pula,  kita menumbangkan sebuah teori berdasarkan hasil penelitian kita. Jadi, sebuah karya ilmiah tetap harus dapat jelas menyampaikan pesan kepada pembacanya.
Persyaratan bagi sebuah karya ilmiah untuk dianggap sebagai karya ilmiah menurut Brotowidjojo (1988:15-16) sebagai berikut:
1.      Karya ilmiah menyajikan fakta objektif secara sistematis.
2.      Aplikasi hukum alam pada situasi spesifik.
3.      Karya ilmiah ditulis secara cermat, tepat, benar, jujur, dan tidak bersifat rekaan. Dalam pengertian jujur terkandung sikap etik penulisan ilmiah, yakni menyebutkan rujukan dan kutipan yang jelas.
4.      Karya ilmiah disusun secara sistematis, setiap langkah direncanakan secara terkendali, konseptual, dan prosedural.
5.      Karya ilmiah menyajikan rangkaian sebab-akibat dengan pemahaman dan alasan yang induktif yang mendorong pembaca untuk menarik kesimpulan.
6.      Karya ilmiah mengandung pandangan yang disertai dukungan dan pembuktian berdasarkan suatu hipotesis.
7.      Karya ilmiah ditulis secara tulus.
8.      Karya ilmiah pada dasarnya bersifar ekspositoris
Berdasarkan uraian di atas, dari segi bahasa dapat dikatakan bahwa karya ilmiah:
1.      Harus tepat dan tunggal makna, tidak remang makna atau mendua makna.
2.      Harus secara tepat mendefinisikan setiap istilah, sifat, dan pengertian yang digunakan agar tidak menimbulkan kerancuan atau keraguan.
3.      Harus singkat, berlandaskan ekonomi bahasa.

D.    Bahasa dalam Karya Ilmiah
Secara umum bahasa keilmuan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Bahasa ilmu harus jelas, lugas dan cermat. Jelas artinya menghindari segala macam kesamaran dan ketaksaan (ambiguitas). Lugas artinya langsung mengenai sasaran, tanpa basa-basi. Cermat artinya, berusaha untuk melakukan sesuatu tanpa cacat atau salah.
2.      Bahasa ilmu itu gayanya ekonomis. Artinya bahasa ilmu itu berusaha tidak menggunakan jumlah kata yang lebih banyak daripada yang diperlukan. Dengan kata lain, bahasa ilmu itu haruslah padat isi dan bukan padat kata.
3.      Bahasa ilmu itu objektif dan berusaha tidak memperlihatkan ciri perseorangan (gaya impersonal) sehingga wujud kalimatnya sering terlepas dari keakuan si penulis.
4.      Bahasa ilmu itu melibatkan perasaan (tidak beremosi).
5.      Bahasa ilmu itu mengutamakan informasi, bukan imajinasi yang menjadi cirikhas bahasa kesusasteraan.
6.      Bahasa ilmu itu khususnya yang teoritis, umumnya dinyatakan dalam bahasa yang abstrak.
7.      Bahasa ilmu itu gayanya tidak meluap-luap atau kedogma-dogmaan.
8.      Bahasa ilmu itu cenderung membakukan makna kata, ungkapan dan gaya pemeriannya.
9.      Ditinjau dari sudut perkembangan bahasa, kata dan istilah ilmiah lebih mantap umurnya daripada kata-kata sehari-hari dalam bentuk, makna dan fungsinya.
Bahasa baku memiliki tiga sifat utama, yakni:
1.      Sifat kemantapannya dinamis, yang diwujudkan melalui kaidah dan aturan kebahasaan yang bersifat tetap. Bahasa baku tidak dapat berubah setiap saat. Namun kemantapan baku ini juga bersifat dinamis, artinya bahasa baku masih memungkinkan adanya perubahan yang bersistem dan teratur di bidang kosa kata dan peristilahan serta mengizinkan perkembangan berjenis ragam yang diperlukan dalam kehidupan modern.
2.      Sifat kecendekiaannya. Kecendekiaanya bahasa terwujud melalui penyusunan kalimat, paragraf, dan kesatuan bahasa yang lebih besar yang menunjukan penalaran dan pemikiran yang logis, teratur dan masuk akal. Proses pencendekiaan bahasa itu penting karena pengenalan ilmu dan teknologi modern, yang kini umumnya masih bersumber dari bahasa yang bersumber dari bahasa asing.
3.      Sifat penyeragaman kaidah. Ada kaidah-kaidah bahasa yang bersifat tetap, berlaku resmi untuk semua kepentingan resmi, dan bisa dipahami secara sama oleh pengguna bahasa baku.
Bahasa ragam ilmiah merupakan raham bahasa berdasarkan pengelompokan menurut jenis pemakaiannya dalam bidang kegiatan sesuai dengan sifat keilmuannya. Bahasa Indonesia harus memenuhi syarat diantaranya benar (sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baku), logis, cermat dan sistematis. Ciri-ciri bahasa ilmu sebagai berikut:
1.      Baku, struktur bahasa yang digunakan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia baku baik mengenai struktur kalimat maupun kata. Demikian juga, pemilihan kata/istilah, dan penulisan sesuai dengan kaidah ejaan.
2.      Logis, ide atau pesan yang disampaikan melalui bahasa Indonesia ragam ilmiah dapat diterima akal.
3.      Kuantitatif, keterangan yang dikemukakan dalam tulisan dapat diukur secara pasti.
4.      Tepat, ide yang diungkapkan harus sesuai dengan ide yang dimaksudkan oleh penutur atau penulis dan tidak mengandung makna ganda.
5.      Denotatif bukan konotatif, kata vang digunakan dipilih sesuai dengan arti sesungguhnya dan tidak melibatkan perasaan karena sifat ilmu itu objektif.
6.      Ringkas, ide dan gagasan diungkapkan dengan kalimat pendek sesuai dengan kebutuhan, pemakaian kata seperlunya, tidak berlebihan. tetapi isinya benar.
7.      Runtun, ide diungkapkan secara teratur sesuai dengan urutan dan tingkatannya baik dalam kalimat maupun dalam paragraf.

E.     Jenis-jenis Karya Ilmiah
Secara garis besar, karya ilmiah diklasifikasikan menjadi dua, yaitu karya ilmiah pendidikan dan karya ilmiah penelitian (Arifin, 2006:15).
1.      Karya ilmiah Pendidikan
a.      Paper (karya tulis)
Paper atau lebih populer dengan sebutan karya tulis, adalah karya ilmiah berisi ringkasan atau resume dari suatu mata kuliah tertentu atau ringkasan dari suatu ceramah yang diberikan oleh dosen kepada mahasiswanya (Djuroto dan Supriyadi, 2002:24)
b.      Praskripsi
Praskripsi adalah karya tulis ilmiah pendidikan yang umumnya digunakan sebagai persyaratan mendapatkan gelar sarjana muda. Karya ilmiah ini disyaratkan bagi mahasiswa pada jenjang akademik atau setingkat Dilpoma 3 (D-3) (Djuroto dan Supriyadi, 2002:24)
c.       Skripsi
Skripsi adalah karya tulis akademik hasil studi atau penelitian yang ditulis dan disusun secra sistematis berdasarkan metode ilmiah baik melalui penelitian induktif maupun  deduktif yang dilakukan oleh mahasiswa di bawah pengawasan pembimbingnya. Skripsi juga merupakan salah satu dari syarat akademik yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar sarjana strata 1 (S-1). Skripsi disusun berdasarkan hasil penelitian yang biasanya dilakukan setelah persyaratan akademik lainnya telah terpenuhi. Skripsi disusun berdasarkan kerangka pemikiran yang seluruhnya sama mengacu kepada tori orang lain yang telah ditemukan sebelumnya. Penulis hanya mengacu dan menggunakan tori-teori tersebut dalam bentuk kerangka pemikiran yang sama untuk menjawab masalah penelitian atau menguji hipotesisnya. Demikian pula, data yang dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan metode yang sederhana (deskriptif, linear, univariateve, bivariateve).
d.      Tesis
Tesis adalah karya tulis akademik hasil studi yang dilakukan secara mandiri yang ditulis dan disusun secara sistematis berdasarkan metode ilmiah, baik melalui penelitian induktif maupun deduktif yang dilakukan oleh mahasiswa di bawah pengawasan pembimbingnya. Tesis juga merupakan salah satu syarat akademik yang harus dipenuhi untuk mendapatkan gelar magister strata 2 (S-2) . Tesis ini dibuat berdasarkan hasil penelitian yang cakupan penelitiannya lebih luas (bila dibandingkan dengan skripsi) dan menggunakan teori maupun konsep yang lebih komprehensif guna mendapatkan kesimpulan yang lebih umum (berlaku umum), tidak hanya berlaku pada tempat kerja tertentu saja. Tesis disusun berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikembangkan dan mengacu dari teori-teori orang lain yang telah ditemukan sebelumnya, namun kerangka pemikiran tersebut dikembangkan lagi oleh penulisnya. Penulis mengacu dan menggunakan teori-teori yang telah ada tersebut dan mengembangkannya sendiri dalam bentuk kerangka pemikiran untuk menjawab masalah penelitian atau menguji hipoteisnya. Jadi, data yang dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan metode yang medium (bivariateve, multivariative).
e.       Disertasi
Disertasi adalah karya tulis akademik hasil studi atau penelitian yang lebih mendalam yang dilakukan secara mandiri serta resensi sumbangan baru bagi perkembangan ilmu dan pengetahuan, atau penemuan jawaban baru bagi masalah-masalah yang sementara telah diketahui jawabannya atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan baru terhadap hal-hal yang diapandang telah mapan di bidang ilmu, pengetahuan, teknologi, dan seni yang dilakukan oleh calon doktor (S-3) di bawah pengawasanya promotornya. Disusun berdasarkan kerangka pemikiran baru yang mengacu kepada teori-teori lain yang telah ditemukan sebelumnya, namun kerangka pemikiran tersebut diformulasikan sendiri oleh penulisnya (original). Dengan demikian, disertasi akan memberikan suatu keaslian kepada ilmu dan pengetahuan melaui metode analisis yang baru, menghasilka kesimpulan-kesimpulan baru berupa teori dan konsep. Demikian pula data yang dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan metode yang lebih kompleks (multivariate).

2.      Karya Ilmiah Penelitian
a.      Makalah Seminar
1)      Naskah Seminar
Naskah seminar yakni karya ilmiah yang beisi uraian dari topik yang membahas suatu permasalahan yang akan disampaikan dalam forum seminar. Naskah ini bisa berdasarkan hasil penelitian atau pemikiran murni dari penulis dalam membahas atau memecahkan permasalahan yang dijadikan topik atau yang dibicarakan dalam seminar.
2)      Naskah Bersambung
Naskah bersambung sebatas masih berdasarkan ciri-ciri karya ilmiah, bisa disebut karya tulis ilmiah. Bentuk tulisan bersambung ini juga mempunyai judul dengan pokok bahasan (topik) yang sama, hanya penyajiannya saja yang dilakukan secara bersambung, atau bisa juga pada saat pengumpulan dan penelitian dalam waktu yang berbeda.
b.      Laporan Hasil Penelitian
Laporan adalah bagian dari bentuk karya tulis ilmiah yang cara dan penulisannya dilakukan secara relatif singkat. Laporan ini bisa dikelompokan sebagai karya tulis ilmiah karena berisikan hasil dari suatu kegiatan penelitian meskipun masih dalam tahap awal.
c.       Jurnal Penelitian
Jurnal penelitian adalah buku yang terdiri atas karya ilmiah yang isinya berupa hasil penelitian dan resensi buku. Jurnal penelitian ini harus ditulis secara teratur dan sebaiknya mendapatkan nomor dari perpustakaan nasional berupa ISSN (Internasional Standard Serial Number).

F.     Tahap-tahap Penulisan Karya Ilmiah
Karya ilmiah merupakan salah satu bentuk karya tulis yang dihasilkan oleh seseorang baik melalui hasil pemikiran maupun hasil penelitian. Oleh karena itu dalam penulisan karya ilmiah, kita harus melalui beberapa tahapan, yang secara umum ada tiga tahapan yang harus kita lakukan dalam menulis karya ilmiah, yakni (1) Tahap prapenulisan, (2) tahap penulisan, dan (3) tahap perbaikan (editing). Dalam praktiknya proses ini akan menjadi empat tahap, yaitu:
1.      Tahap Persiapan (prapenulisan)
Adalah ketika penulis:
a.       Menyiapkan diri
b.      Mengumpulkan informasi
c.       Merumuskan masalah
d.      Menentukan fokus
e.       Mengolah informasi
f.       Menarik tafsiran terhadap realitas yang dihadapinya
g.      Berdiskusi, membaca, mengamati, dan lain-lain yang memperkaya masukan kognitif yang akan diproses selanjutnya.
2.      Tahap Inkubasi
Adalah ketika penulis memproses informasi yang dimilikinya sedemikian rupa, sehingga mengantarkannya pada ditemukannya pemecahan masalah atau jalan keluar yang dicarinya. Dalam pengumpulan data penulis harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.       Pencarian keterangan dari bahan bacaan
b.      Pengumpulan keterangan dari pihak-pihak yang mengetahui masalah yang akan ditulis.
c.       Pengamatan langsung ke objek yang akan diteliti.
d.      Percobaan dan pengujian di lapangan atau laboratorium.
3.      Tahap Iluminasi
Adalah ketika datangnya inspirasi atau insight, yaitu gagasan datang seakan-akan tiba-tiba dan berloncatan dari pikiran kita. Pada saat ini apa yang telah lama kita pikirkan menemukan pemecahan masalah atau jalan keluar. Iluminasi tidak mengenal tempat dan waktu.
4.      Tahap Akhir, yakni Verifikasi
Apa yang Anda tuliskan sebagai hasil dari tahap iluminasi itu diperiksa kembali. Diseleksi, dan disusun sesuai dengan fokus tulisan. Mungkin ada bagian yang tidak perlu dituliskan, atau hal-hal yang perlu ditambahkan, dan lain-lain.
G.    Karya Ilmiah Populer
Karya ilmiah populer merupakan suatu karya ilmiah yang ditulis dengan menggunakan bahasa yang populer sehingga mudah dipahami oleh masyarakat dan menarik untuk dibaca. Menurut Gie (2002: 105), karangan ilmiah populer adalah semacam karangan ilmiah mencakup ciri-ciri karangan ilmiah yaitu menyajikan fakta-fakta secara cermat, jujur, netral, dan sistematis sedang pemaparannya jelas, ringkas, dan tepat.
Laras ilmiah populer merupakan sebuah tulisan yang bersifat ilmiah, tetapi diungkapkan dengan cara penuturan yang mudah dimengerti. Karya ilmiah populer tidak selalu merupakan hasil penelitian ilmiah. Tulisan ini dapat berupa petunjuk teknis, pengalaman, dan pengamatan biasa yang diuraikan dengan metode ilmiah. Jika karya ilmiah harus disajikan dalam ragam standar, karya ilmiah populer dapat disajikan dalam ragam standar, semi standard dan nonstandar. Penyusun karya ilmiah populer akan tetap disebut penulis dan bukan pengarang, karena proses penyusunan karya ilmiah populer sama dengan penyusunan karya ilmiah. Perbedaanya terjadi hanya dalam cara penyajiannya. Seperti diuraikan di atas, persyaratan yang berlaku bagi sebuah karya ilmiah berlaku pula bagi karya ilmiah populer. Akan tetapi, dalam karya ilmiah populer terdapat pula persoalan lain seperti krtitik terhadap pemerintah, analisis atas suatu peristiwa yang sedang populer di tengah masyarakat, jalan keluar bagi persoalan yang sedang dihadapi masyarakat, atau sekedar informasi baru yang ingin disampaikan kepada masyarakat.
Jika karya ilmiah memiliki struktur baku, tidak demikian halnya dengan karya ilmiah popular. Oleh karena itu, karya ilmiah popular biasanya disajikan melalui media surat kabar dan majalah, biasanya format penyajiaanya mengikuti format yang berlaku dalam laras jurnalistik. Pemilihan dan perumusan tema harus dilakukan dengan cermat. Tema itu kemudian dikerjakan dengan jenis karangan tertentu misalnya narasi, eksposisi, argumentasi, atau deskripsi. Secara lebih terinci lagi, penulis dapat mengembangkan gagasanya dalam berbagai bentuk pengembangan paragraf seperti pemecahan masalah, kronologis, perbandingan, atau sudut pandang.

4. Apakah tujuan perkuliahan dapat dicapai dengan menguasai materi – materi bahasa indonesia di bawah ini ?

Materi Bahasa Indonesia :
1.      Fungsi Bahasa
2.      Ragam Bahasa
3.      Ejaan
4.      Diksi
5.      Kalimat Efektif
6.      Alinea
7.      Perencanaan Penulisan Karya Ilmiah
8.      Kerangka Karangan
9.      Kutipan dan Daftar Pustaka
Apakah tujuan perkuliahan dapat dicapai dengan menguasai materi – materi bahasa indonesia tersebut ?
Tentu saja dapat dicapai tujuan perkuliahan, karena materi - materi tersebut adalah urutan yang harus diperhatikan untuk mencapai kesempurnaan dalam membuat karya ilmiah atau penelitian ilmiah dalam mahasiswa melaksanakan skripsi atau tugas akhir.

Fungsi Bahasa

Bahasa adalah alat yang sistematis untuk menyampaikan gagasan / perasaan dengan memakai tanda – tanda, bunyi – bunyi, gesture yang berkaitan dengan mimic atau tanda – tanda yang disepakati dan mengandung makna yang dapat dipahami.

Ragam Bahasa

Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi dipakai dalam berbagai keperluan tentu tidak seragam, tetapi akan berbeda-beda disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Keanekaragaman bahasa ini tentu tidak lepas dari masyarakat Indonesia yang terdiri atas berbagai suku bangsa. Keragaman ini juga timbul karena kebutuhan pemakai bahasa yang ingin menyesuaikan bahasanya dengan situasi dan kondisi yang ditemuinya. Hal inilah yang disebut dengan ragam bahasa. Suwito (1984:148) menyatakan bahwa variasi (ragam) bahasa timbul karena kebutuhan penutur akan adanya alat komunikasi yang sesuai dengan situasi dan konteks sosial. Konteks sosial yang dimaksud di sini adalah kapan komunikasi itu dipakai, di mana komunikasi terjadi, kepada siapa komunikasi itu disampaikan, masalah apa yang dibicarakan, dan dalam situasi seperti apa komunikasi terjadi.

Ejaan

Ejaan adalah penggambaran bunyi bahasa (kata, kalimat, dsb) dengan kaidah tulisan (huruf) yang distandardisasikan dan mempunyai makna. Ejaan biasanya memiliki tiga aspek :
·         aspek fonologis yang menyangkut penggambaran fonem dengan huruf dan penyusunan abjad
·         aspek morfologis yang menyangkut penggambaran satuan-satuan morfemis
·         aspek sintaksis yang menyangkut penanda ujaran berupa tanda baca.

Diksi

Diksi bisa diartikan sebagai pilihan kata pengarang untuk menggambarkan sebuah cerita. Diksi bukan hanya berarti pilih memilih kata melainkan digunakan untuk menyatakan gagasan atau menceritakan peristiwa tetapi juga meliputi persoalan gaya bahasa, ungkapan-ungkapan dan sebagainya. Gaya bahasa sebagai bagian dari diksi yang bertalian dengan ungkapan-unkapan individu atau karakteristik, atau memiliki nilai artistik yang tinggi.

Kalimat Efektif

Kalimat efektif adalah kalimat yang mengungkapkan pikiran atau gagasan yang disampaikan sehingga dapat dipahami dan dimengerti oleh orang lain.

Alinea

Alinea adalah satuan bentuk bahasa yang biasanya merupakan hasil penggabungan beberapa kalimat. Alinea diperlukan untuk mengungkapkan ide yang lebih luas dari kalimat dari sudut pandang komposisi, alinea sebenarnya sudah memasuki kawasan wacana atau karangan sebab karangan formal yang sederhana boleh saja hanya terdiri atas satu alinea. Jadi, tanpa kemampuan menyusun alinea tidak mungkin bagi seseorang mewujudkan sebuah karangan.

Perencanaan Penulisan Karya Ilmiah

Perencanaan Penulisan Karya Ilmiah merupakan rencana penting dengan merincikan data dan materi dalam penulisan karya ilmiah. Karena dengan perencanaan yang matang dan sempurna, maka pada saat mengerjakan akan menjadi lebih mudah dan dengan arah tujuan yang sudah lebih jelas tanpa banyak membuang waktu.

Kerangka Karangan

Kerangka karangan adalah rencana penulisan yang memuat garis-garis besar dari suatu karangan yang akan ditulis, dan merupakan rangkaian ide-ide yang disusun secara sistematis, logis, jelas, terstruktur, dan teratur. Kerangka karangan dibuat untuk mempermudah penulisan agar tetap terarah dan tidak keluar dari topik atau tema yang dituju. Pembuatan kerangka karangan ini sangat penting, terutama bagi penulis pemula, agar tulisan tidak kaku dan penulis tidak bingung dalam melanjutkan tulisannya.

Kutipan dan Daftar Pustaka

Kutipan adalah pengambil alihan satu klimat atau lebih dari karya tulisan lain untuk tujuan ilustrasi atau memperkokoh argument dalam tulisan itu sendiri. Kutiupan sering kita pakai dalam penulisan karya ilmiah.
Daftar pustaka atau biasa juga disebut bibliografi adalah sebuah daftar yang berisi judul-judul buku, artikel, makalah, dan bahan-bahan dalam bentuk lainnya yang dijadikan sumber atau rujukan untuk sebuah buku atau bentuk tulisan lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar